—
Bismillah.
Berikut ini kami sajikan kepada segenap pembaca, ringkasan materi penjelasan risalah Qawa’id Arba’/Empat Kaidah Pokok karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.
- Di dalam risalah ini penulis menjelaskan kaidah-kaidah dasar dalam memahami ibadah, tauhid, dan syirik. Risalah ini sangat penting dipelajari untuk membentengi diri dari syirik dan kerancuan pemahaman. Para ulama pun sangat besar perhatiannya kepada risalah ini terbukti dengan banyaknya ceramah dan tulisan mereka yang mengurai faidah dan pelajaran berharga dari kitab/risalah ini.
- Penulis mengawali risalah ini dengan doa kepada Allah agar melimpahkan taufik kepada kita untuk menjadi orang yang memiliki ciri-ciri kebahagiaan; yaitu bersyukur kala menerima nikmat, bersabar di kala tertimpa musibah, dan beristighfar kala terjerumus dalam dosa
- Doa yang dipanjatkan penulis menunjukkan sifat kasih sayang beliau kepada orang-orang yang beliau dakwahi. Ini menunjukkan bahwa ilmu dan dakwah dibangun di atas landasan rahmat dan kasih sayang. Sebagaimana Allah mengutus nabi Kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Inilah yang semestinya tertanam di dalam jiwa seorang da’I, bahwa dakwah dan tarbiyah dilandasi dengan rasa kasih saying kepada mad’u. bahkan, salah satu ciri kesempurnaan iman adalah dengan mencintai kebaikan bagi saudaranya sebagaimana dia mencintai hal itu untuk dirinya sendiri. Dan karakter semacam ini tidak akan muncul pada diri orang yang hatinya bersih dari sifat hasad.
- Doa seorang hamba kepada Allah mencerminkan ketergantungan hatinya yang snagat kuat dan harapan yang sangat besar kepada-Nya. Hal ini menunjukkan bahwa semestinya seorang da’I selalu bertawakal kepada Allah dalam dakwahnya, menyandarkan hati kepada al-Khaliq bukan kepada makhluk. Tawakal merupakan salah satu kewajiban iman yang terbesar dan wajib ditujukan kepada Allah semata, tidak boleh ditujukan kepada selain-Nya
- Doa yang dibawakan oleh Syaikh rahimahullah ini mirip atau mengikuti untaian doa yang dibawakan oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah di bagian awal mukadimah kitabnya al-Wabil ash-Shayyib; sebuah kitab yang berisi panduan dzikir dan doa bagi setiap muslim
- Syukur kepada Allah merupakan sebab bertambahnya nikmat. Menjadi kewajiban setiap hamba untuk memuji Allah dan senantiasa bersyukur kepada-Nya atas segala nikmat yang diterima dan dirasakannya. Nikmat lahir dan batin, nikmat yang sedemikian banyak dan tidak bisa dihingga jumlahnya
- Syukur kepada Allah terdiri dari tiga bagian; pengakuan di dalam hati bahwa nikmat tersbeut dating dari Allah, mengucapkan pujian kepada Allah secara lisan atau melalui tulisan, menggunakan nikmat-nikmat Allah hanya dalam ketaatan dan kebaikan. Syukur akan membuahkan amal salih dan pahala sementara kufur akan menyeret kepada maksiat dan siksaan dari-Nya
- Kewajiban syukur ini senantiasa kita ikrarkan di dalam sholat, yaitu dalam surat al-Fatihah yang kita baca, yaitu pada ayat ‘alhamdulillahi rabbil ‘alamiin’. Di dalamnya terkandung pengakuan atas nikmat dan karunia Allah yang sangat besar kepada seluruh makhluk, termasuk di dalamnya adalah nikmat Allah kepada diri kita. Maka wajib atas kita untuk berterima kasih kepada Allah atas segala tarbiyah, nikmat dan bimbingan yang Allah berikan untuk segenap hamba-Nya
- Syukur kepada Allah ini dilandasi dengan kecintaan yang paling dalam kepada-Nya. Kecintaan yang dibarengi dengan puncak perendahan diri dan ketundukan. Karena hati manusia telah tercipta dalam keadaan mencintai siapa saja yang telah berbuat baik kepada dirinya. Sementara tidak ada yang lebih berjasa kepada manusia selain Allah tabaraka wa ta’ala. Oleh sebab itu pula hanya Allah yang berhak untuk disembah dan mendapatkan ibadah dari hamba.
- Puncak daripada syukur itu adalah dengan tidak menggunakan nikmat Allah dalam perbuatan durhaka kepada-Nya. Sehingga setiap maksiat merupakan faktoe yang merusak dan melemahkan bangunan syukur di dalam diri seorang insan. Karena itulah syukur yang dilakukan penuh dengan kekurangan, karena manusia tidak lepas dari dosa dan kesalahan. Hal ini menunjukkan bahwa bagaimana pun besar amal dan ketaatan yang dilakukan seorang hamba maka tidak akan bisa membalas besarnya karunia Allah yang dia terima. Oleh sebab itu seorang hamba harus mengakui akan segala kekurangan diri dan amalnya.
- Dengan demikian seorang hamba beribadah kepada Allah di atas dua kaidah utama; musyahadatul minnah/menyaksikan dan menyadari betapa banyak curahan nikmat dari Allah dan muthola’atu ‘aibin nafsi wal ‘amal/selalu memperhatikan kepada cela/aib pada diri dan amal-amalnya. Dari kaidah pertama; musyahadatul minnah akan muncul kecintaan dan ketaatan kepada Allah, sedangkan dari kaidah kedua; muthola’atu ‘aibin nafsi wal ‘amal akan muncul sikap bergantung kepada Allah semata dan bertaubat kepada-Nya. Oleh sebab itu selayaknya kita berdoa kepada Allah untuk membantu kita dalam berdzikir, bersyukur dan beribadah kepada-Nya. Allahumma a’inna ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatika.